Jumat, 11 Maret 2011

OPINI TENTANG PECINTA ALAM...HMMM..LIKE THIS

PECINTA ALAM..? BENARKAH MENCINTAI ALAM..?
Pencinta Alam, seringkali diidentifikasikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan alam. Menjelajah gunung, menyusuri gua, mengarungi keajaiban dasar samudera, merambah belantara nan sunyi dan sederet kegiatan ‘alam’ lainnya.
Tentang pencinta sendiri di negeri kita, seringkali kegiatan yang dilakukan hanya sebatas sloganisasi belaka, sebatas mereka menikmati alam untuk diri sendiri, sebatas mencari kepuasan untuk kepentingan pribadi. Pencinta Alam ( baca: mereka yang menamakan diri sebagai Pencinta Alam) sering kali melakukan banyak aktivitas yang justru mengganggu keseimbangan alam. Menjelajah gunung dan membuat jejak-jejak disana, mencoret batu-batu di puncak, membuang sampah non organik ke sembarang tempat, membuat api unggun yang seringkali lupa dimatikan, memetik Edelweiss hingga beratus-ratus tangkai….
Saat masih sekolah dulu, pernah juga terlibat dalam kegiatan yang menamakan diri sebagai “Pencinta Alam”. Jujur, kala itu orientasi saya hanya mencari background yang bagus untuk foto-foto saya. Rasanya bangga sekali bila berhasil “menaklukan” puncak-puncak tertinggi. Memang, rasanya damai sekali di tengah kesunyian alam, menikmati keindahan kota nun jauh disana yang tertutup sebagian kabut, menyaksikan keajaiban sunrise dan sunset kala cuaca bersahabat. Dengan apapun, itu tak akan pernah bisa tergantikan.
Hanya saja, yang sering mengganggu saya, seringkali di perjalanan menuju puncak banyak sampah berserakan. Tentunya, ini adalah sampah yang dibawa oleh para pendaki karena sebagian besar makanan yang dibawa khas sekali. Sampai di puncak? Wah… lebih ngeri lagi. Bebatuan yang semestinya terlihat asri dan indah penuh coretan. Untuk apa? Sialnya coretan-coretan itu seringkali membawa nama sekolah, nama kampus yang notabene lebih ‘terpelajar’ dari pada para pendaki liar.
Saya pernah merasa malu sekali ketika dalam sebuah pendakian kami secara kebetulan berpapasan dengan pendaki dari mancanegara. Dengan sebuah kantong besar, mereka menuruni gunung sambil memunguti aneka macam sampah yang terserak. Wah, rasanya kami tak punya muka lagi untuk menatap mereka. Tentu, bukan karena sampah yang mereka pungut adalah sampah kami, melainkan karena kepedulian mereka akan alam. Sementara, para pendaki lokal yang (seharusnya) memiliki kesadaran lebih, justru mengabaikannya.
Sebuah organisasi Pencinta Alam (yang biasanya ngetren di kalangan mahasiswa) seharusnya bukan sekadar sebuah tempat bernaung bagi mereka yang senang bertualang saja atau menghabiskan anggaran dana di kampus. Ironis membayangkan mereka melakukan pendakian besar-besaran yang menelan biaya tinggi sampai ke luar negeri, sementara, di negeri sendiri, negeri yang (seharusnya) elok dan kaya akan hutan tropis perlahan mulai kehilangan identitasnya. Pencurian kayu, pembabatan hutan secara liar luput dari penyelamatan sang ‘pencinta alam’ Pencinta Alam.
Dalam konteks bahasa adalah seseorang yang sangat mencintai alam. Mencintai berarti melakukan banyak hal untuk sesuatu/seseorang yang dicintai. Mencoba membahagiakan sesuatu/seseorang yang kita cintai dengan tulus. Melakukan banyak hal agar sesuatu/seseorang yang dicintai merasa nyaman. Mencintai itu tanpa sederet syarat apapun, Mencintai itu sesuatu yang tulus, tanpa pamrih. Mencintai Alam, sama halya dengan melakukan banyak hal untuk alam, tanpa syarat-syarat khusus, tanpa dibarengi rasa keegoisan untuk memiliki alam secara individual, tanpa mengabaikan apa yang sebetulnya dibutuhkan oleh alam. Semua harus dilakukan tanpa pamrih, pamrih untuk dimunculkan di media massa, tanpa pamrih di puji banyak pihak, tanpa pamrih untuk mendapat dukungan dana berlebih yang pada akhirnya digunakan entah kemana. Mencintai alam, mencintai wujud ciptan-Nya, mengasihi setiap apa yang ada di dalamnya. Memulai dari hal kecil di sekitar kita. Meski kecil, andai setiap orang melakukannya pasti hasilnya menjadi lebih berarti.

Kamis, 10 Maret 2011

HUJAN TEMAN KAMI MENGGAPAI PUNCAK SELATAN RAUNG

   
Salam Kenal
Kami dari organisasi pendaki bebas ingin berbagi sepenggal pengalaman kami menjelajah kerasnya Gunung Raung namun bila ada pergi ke sana akan berdetak kagum akan keindahan panorama alamnya dengan semua habitat di dalamnya dan sampai lupa jalur pendakian yang banyak menguras tenaga dengan data dan analisa yang kami kumpulkan selama 3 bulan dan akhirnya… 
Tanggal 24 Desember 2009 tepatnya malam kami bertolak dari Jakarta ke Lempuyangan menggunakan kereta ekonomi pada pukul 21.00 WIB dengan penuh sesak tapi niat dan motivasi  kami untuk berkunjung ke Gunung Raung lebih kuat disbanding rasa itu, untuk expedisi ke raung ini kami hanya berangkat 3 orang….perjalanan sangat melelahkan dengan kegiatan diatas kereta yang begitu ramai namun kami mengisi rasa lelah tersebua dengan berbagi cerita bersama penumpang lainnya di sekitar kami, tengah malam kami lalui penuh canda tawa rasa kantuk tak kunjung tiba pada saya dan kawan saya namun satu telah tertidur lelap dengan kondisi yang sangat tak terbayang untuk tidur…luar biasa… 
Tak terasa pagi telah menjelang tepat tanggal 25 Desemeber 2009 namun mata tetap masih segar bugar layaknya para siswa SD senam SKJ (Senam Kesehatan Jasmani) tepat pukul 08.05 WIB kami tiba di stasiun Lempuyangan, Yogyakarta dan kami bersiap melanjutkan perjalanan menuju St. Banyuwangi sekitar 30 menit kami telah menunggu kereta yang kami nanti namun tak kunjung tiba akhirnya kami putuskan untuk bertanya kepada petugas stasiun dan kami setelah bertanya kepada beliau tau apa jawab sang petugas….?

Selasa, 08 Maret 2011

CARA BELAJAR MEMBACA KOMPAS

Kompas adalah alat bantu untuk menentukan arah mata angin. Bagian-bagian kompas yang penting antara lain :
  1. Dial, yaitu permukaan di mana tertera angka dan huruf seperti pada permukaan jam. 
  2. Visir, yaitu pembidik sasaran 
  3. Kaca Pembesar, untuk pembacaan pada angka 
  4. Jarum penunjuk 
  5. Tutup dial dengan dua garis bersudut 45 
  6. Alat penggantung, dapat juga digunakan sebagai penyangkut ibu jari untuk menopang kompas pada saat membidik. 

Cara Menggunakan Kompas

Letakkan kompas anda di atas permukaan yang datar. setelah jarum kompas tidak bergerak lagi, maka jarum tersebut menunjuk ke arah utara magnet. 
Bidik sasaran melalui visir dengan kaca pembesar. Miringkan sedikit letak kaca pembesar, kira-kira 50 di mana berfungsi untuk membidik ke arah visir dan mengintai angka pada dial. 
Apabila visir diragukan karena kurang jelas dilihat dari kaca pembesar, luruskan saja garis yang terdapat pada tutup dial ke arah visir, searah dengan sasaran bidik agar mudah dilihat melalui kaca pembesar